Air Minuman Kemasan Terdapat Kandungan Mikroplastik, Ahli Mengatakan Masih Aman Untuk Diminum

JakartaTidak bisa disangkal bahwa plastik merupakan produk yang memiliki banyak kegunaan. Selain bisa menjadi wadah apa saja, plastik juga sangat praktis. Saking praktisnya, banyak orang yang senang menggunakan benda yang satu ini.

Namun kehadiran plastik selayaknya dua sisi mata uang satu sisi bermanfaat untuk menjaga isi dalam kemasan, sisi lainnya justru menimbulkan kontradiksi saat kemasan yang sudah selesai digunakan tak terkelola dengan baik.

Tak hanya itu, kehadiran plastik juga memicu kekhawatiran lain soal adanya kandungan mikroplastik pada air minum dalam kemasan (AMDK) berbahan plastik. Sebuah penelitian yang dipimpin organisasi jurnalistik, Orb Media, menemukan bahwa 93 persen dari air yang mereka uji menunjukkan tanda kontaminasi mikroplastik.

Penelitian memeriksa 250 air mineral botol dari 11 merek yang dibeli di sembilan negara, salah satunya Indonesia itu menemukan 10,4 partikel plastik yang berukuran di atas 100 mikron dan 314 partikel plastik yang berukuran di bawah 100 mikron di dalam setiap litre air.

Penelitian yang sama juga dilakukan oleh Greenpeace Indonesia. Bekerja sama dengan Laboratorium Kimia Anorganik Universitas Indonesia, hasil pengujian memperlihatkan kandungan mikroplastik pada air minum dalam kemasan. Pengujian mikroskospik ini secara khusus menyoroti kemasan galon sekali pakai yang beredar di kawasan Jabodetabek.

Hasil pengujian tersebut menunjukkan bahwa air minum dalam kemasan galon sekali pakai mengandung partikel mikroplastik berukuran rata-rata 25,57 mikrometer sampai 27,06 mikrometer. Sementara itu, kandungannya mencapai rata-rata 80 juta hingga 95 juta partikel per liter.

Sementara itu, peneliti dari Laboratorium Kimia Anorganik UI, Agustino Zulys pada Konferensi Pers bertajuk 'Ancaman Kontaminasi Mikroplastik dalam Galon Sekali Pakai, menyampaikan, konsentrasi atau beratnya menunjukkan air minum dalam kemasan galon sekali pakai mengandung mikroplastik paling banyak 5 miligram per litre.

Meski penelitian ini dilakukan pada galon sekali pakai, Agus juga memperkirakan galon isi ulang bermerek berpotensi mengandung kontaminan mikroplastik yang lebih banyak daripada galon sekali pakai. Sebab, menurutnya, kemasan plastik yang digunakan berulang kali jelas mengalami peluruhan mikroplastik yang lebih tinggi.

"Ini karena galon isi ulang bermerek mengalami penggunaan berulang-ulang, sehingga proses peluruhan plastiknya lebih banyak," jelas Agustino.

Dampak paparan mikroplastik terhadap kesehatan manusia


World Wellness Company (WHO) menilai belum ada bukti bahwa hal itu berbahaya bagi kesehatan manusia. Menurut WHO, mikroplastik berukuran lebih besar dari 150 mikrometer tidak begitu dikhawatirkan. Sebab, mereka bisa keluar dari tubuh manusia tanpa masalah.

Partikel yang lebih kecil jauh lebih mengkhawatirkan, karena mereka berpotensi melewati dinding saluran pencernaan dan menyangkut di tubuh manusia. Para peneliti berpendapat bahwa kecil kemungkinan untuk partikel ini bertambah hingga mencapai jumlah berbahaya.

Meski begitu, WHO memperingatkan agar semua pihak tidak mengabaikan ancaman ini. Mereka juga mengatakan masih perlu riset lanjutan untuk memahami bagaimana plastik menyebar di lingkungan dan bisa masuk ke tubuh manusia.

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pada 2018 juga pernah merilis pernyataan bahwa belum ada studi ilmiah yang membuktikan bahaya mikroplastik bagi tubuh manusia.

Mengenai adanya temuan tersebut, BPOM mengimbau konsumen tetap tenang karena keamanan dan mutu produk air minum dalam kemasan yang beredar di Indonesia sudah diatur dalam SNI AMDK (Wajib SNI) dan Peraturan Kepala Badan POM, yang standarnya sejalan dengan standar internasional yang ditetapkan dalam Codex.

Menurut Agustino, THAT juga telah menetapkan ambang batas berbahaya paparan mikroplastik, yakni 20 miligram per liter. "Hasil penelitian yang menunjukkan bahwa air minum kemasan dalam galon sekali pakai paling banyak mengandung 5 miligram per liter. Dengan kata lain, kandungan kontaminan tersebut masih di bawah ambang batas berbahaya THAT," paparnya.

Dalam webinar yang diadakan Greenpeace, ahli saraf dari Universitas Indonesia, Pukovisa Prawiroharjo, juga mengakui belum adanya uji klinis di dunia atas dampak paparan mikroplastik terhadap kesehatan manusia.

"Sejauh ini baru sebatas asumsi bahwa akumulasi mikroplastik dalam tubuh manusia dalam jangka panjang bisa menyebabkan gangguan kesehatan," katanya.

Semua AMDK berbahan plastik mengandung Mikroplastik


Dari pengujian yang dilakukan oleh Laboratorium Kimia Anorganik Universitas Indonesia bersama Greenpace juga mengungkapkan, tidak ada air minum dalam kemasan yang sama sekali terbebas dari partikel mikroplastik. Itu artinya, mikroplastik adalah kontaminan yang mau tidak mau ada dalam air minum yang dikemas dalam wadah berbahan plastik.

Pengujian itu juga mengungkapkan, sumber air di alam tetap mengandung kontaminan mikroplastik meskipun dalam jumlah yang lebih kecil, yakni 32,5 juta partikel mikroplastik per litre dengan ukuran rata-rata antara 19,7 mikrometer hingga 2.106 mikrometer.

Dalam pemaparannya, lebih lanjut Agus mengatakan, masyarakat memang tidak bisa terlepas dari kontaminan mikroplastik. Sebab bukan hanya penggunaan wadah plastik yang bisa memicu munculnya mikroplastik tapi juga bahkan sumber-sumber air yang ada di alam pun sudah mengandung mikroplastik.

"Yang perlu kita lakukan menghadapi isu mikroplastik ini adalah berusaha semaksimal mungkin agar kandungan kontaminan tersebut tetap berada di bawah ambang batas berbahaya," ungkap Agus.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Seorang Pria Tak Sengaja Memenukan Mayat Berusia Ribuan Tahun yang Masih Awet dan Tidak Membusuk

Ada Sekitar 7 Pegawai yang Positif Covid-19 di Kantor BKPPD Cianjur, Lockdown diberlakukan

Seorang Bocah Umur 12th Tidak Sengaja Menemukan Lokasi "Lubang Pusat Bumi"dari Google Maps